Entri Populer

Selasa, 20 Maret 2012

KRISTOLOGI


KEBANGKITAN YESUS KRISTUS SEBAGAI PERISTIWA KEMENANGAN

I Pengantar
            Berbicara tentang kebangkitan badan sangat menggetarkan semua orang. Banyak orang tidak percaya tentang kebangkitan, sebab bagi mereka sangat mustahil jika orang yang telah mati bangkit kembali. Bagi mereka kebangkitan itu hanya sebuah ilusi manusia. Paham inilah yang dianut oleh orang-orang zaman Yesus yang tidak percaya akan kebangkiatn badan. Menyikapi hal itu para murid Yesus berjuang dengan gagah berani untuk mewartakan peristiwa kebangkitan Yesus. Jantung pewartaan para rasul ialah kebangkitan. Bagi mereka kebangkitan merupakan suatu fakta historis yang sungguh terjadi bukan hanya sebuah ilusi. Evanggelisasi para murid terutama para rasul ialah pertama-tama kepada orang-orang Yahudi baru orang-orang bukan Yahudi. Peristiwa kebangkitan merupakan credo para rasul. Iman kepercayaan inilah yang di pegang dan diteruskan sampai pada kita saat ini. dengan demikian kebangkitan Yesus dari kubur bagi orang-orang Kristen merupakan suatu bukti kemenangan. Suatu pertanyaan besar bagi kita ialah mengapa kebangkitan Yesus adalah suatu bukti kemenangan?. Hal ini yang akan saya bahas dalam tugas Kristologi ini.

II Kebangkitan
a. Apa itu kebangkitan?[1]
Menurut W. Pannenberg, kebangkitan tidak sesederhana penghidupan sekujur mayat. Kebangkitan Yesus lebih dimengerti sebagai taransformasi daripada revivikasi (Penghidupan mayat kembali). Di sini  dapat kita pahami bahwa kebangkitan bukan sebagai suatu penghidupan kembali manusia tapi sebagai suatu perubahan dari suatu hidup kepada hidup yang lain. Maka untuk memahami makna transformasi diri Yesus kita dapat membedakan dengan kisah bangkitnya Lazarus. Kebangkitan ialah peralihan, perubahan dari kematian ke kehidupan. Peralihan dan perubahan itu bukan melulu soal psikologis tetapi menyangkut seluruh diri manusia yang di kuasai oleh roh yang datang dari luar yakni roh Yesus yang bangkit dan tetap hidup.

b. Fakta-fakta historis tentang kebangkitan
Berbicara tentang historisitas kebangkitan Yesus memang mengalami kesulitan. De facto bahwa tidak ada orang yang melihat dan menyaksikan fakta kebangkitan Yesus dari kubur. Dan sangat tidak masuk akal kalu kita pikirkan bahwa Yesus yang tadinya telah wafat di salib sekarang telah kembali pada hidup semula. Namun kebangkitan berarti Kristus beralih dari dunia ini kepada Bapa-Nya. Hal ini juga yang digambarkan oleh para penginjil dengan melukiskan badan manusiawi Kristus dengan sifat-sifat surgawi. Kristus yang bangkit masuk ke dalam kemuliaan Allah, tidak lagi berada di dunia ini dengan demikian Yesus pergi keluar dari dunia historis ini sehingga tidak dapat lagi di observasi lagi oleh manusia. Kebangkitan sebagai peristiwa hidup Yesus bukan peristiwa historis dalam arti: tidak dapat diselidiki dengan metode ilmu sejarah. Yang dapat diselidiki secara historis ialah pengalaman para murid, bukan pengalaman Yesus.  Pokok dalam pengelan para murid ialah bahwa Yesus bersatu dengan Allah[2].
            Banyak orang mengatakan bahwa kebangkitan Kristus tidak merupakan objek observasi historis karena kebangkitan oleh banyak orang hanya sebuah pemalsuan belaka: jenasah Yesus dicuri oleh para murid atau orang-orang Yahudi, atau Josef dari arimatea, atau jenasah Yesus hilang dalam lubang yang terjadi yang terjadi gempa bumi yang diceritakan injil. Keterangan-keterangan ini mempersoalkan historisitas kebangkitan Yesus karena ada alasan teologis. Meskipun demikian segala perhatian akan kisah kebangkitan diarahkan kepada makam kosong dan penampakan. Dalam pandangan teologis makam kosong itu sama sekali tidak merupakan pokok peristiwa kebangkitan. Sebab kebangkitan itu tidak berarti bahwa suatu jenasah dapat berjalan lagi, melainkan bahwa Yesus hidup pada Bapa. Namun argumen tentang makam kosong ini sangat lemah tapi tidak boleh diabaikan, karena pewartaan para rasul dan murid beranjak dari kubur kosong itu.[3]  Ini tidak dinyatakan oleh makam kosong melainkan oleh penampakan Yesus kepada murid-Nya. Penafsiran kisah kebangkitan umumnya di pengaruhi oleh para ahli. Para ekseget katolik pada umumnya mempunyai pandangan yang lebih positif antara kodrat dan rahmat. Oleh karena itu mereka lebih menekankan realitas insani dan historis dari kebangkitan[4]. Seluruh persoalan mengenai historisitas kebangkitan terutama pertanyaan tentang penampakan serta hubungan makam kosong dengan kebangkitan masih merupakan suatu diskusi kristologi. Banyak orang juga menganggap penampakan sebagai suatu halusinasi dan pengalaman subjektif atau hanya sebuah cerita yang diciptakan oleh para murid. Namun untuk pikiran orang Ibrani tidak mungkin mewartakan kebangkitan tanpa membahasakannya dalam kebangkitan badan. Bagi para rasul kebangkitan merupakan suatu fakta historis yang benar-benar terjadi. Kebangkitan merupakan bentuk ke-tidak-mati-an[5].
            Ada enam macam kisah kebangkitandalam perjanjian baru[6]. Pertama dalam injil markus 16:1-8. Kisah ini hanya menceritakan makam kosong. Kisah tentang kebangkitan dalam Markus 16:1-8 ini tidak mengatakan kebangkitan sendiri, juga tidak menceritakan sama sekali penampakan Kristus yang bangit. Yang diceritakan adalah janji bahwa Petrus dan murid-murid yang lain akan melihat-Nya di galilea. Kedua, dalam Mat 28:1-20. Kisah ini memuat satu penampakan Kristus yang bangkit di Yerusalem kepada Maria Magdalena dan Maria yang lain, penyuapan terhadap para penjaga kubur Yesus oleh imam-imam dan tua-tua, juga kepad kesebelas rasul di Galilea dan pengutusan kepada para murid untuk mewartakan kabar gembira kepada semua orang dan membaptis mereka dalam nama Bapa. Ketiga, dalm Luk 24:1-53, juga menceritakan makam kosong dan pesan paska “Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Dalam perikop ini juga menceritakan penampakan Yesus yang telah bangkit di jalan menuju Emaus. Empat, Yoh 20:1-29, menceritakan ditemukannya makam kosong dan penampakan Kristus yang bangkit kepada Maria Magdalena, kepada para murid di Yerusalem ketika Tomas tidak hadir dan sekali lagi kepada mereka ketika Tomas hadir. Kelima, dalam tambahan Yohanes dalam 21:1-23 sesudah ayat-ayat penutup pada Yoh 20:30-31. menceritakan penampakan Yesus kepada tujuh murid di Galilea. Keenam, terdapat dalam penutup panjang injil Markus 16:9-20. dalam perikop ini menceritakan tiga penampakan Yesus di Yerusalem atau pada hari minggu paska. Dengan demikian para ahli mempertahankan historisitas baik dari penampakan maupun dari kubur kosong. Oleh sebab itu kebangkitan sendiri yang diwujudkan dalam penampakan dan makam kosong akhirnya hanya dapat ditangkap dengan iman. Hanya iman manusia dapat mengerti dan memahami peristiwa kebangkitan Yesus. Sebab penampakan Yesus itu tidak merupakan objek yang dapat ditangkap dengan panca indera tetapi didalamnya terlaksana hubungan pribadi dengan Kristus mulia sehingga para murid sungguh tahu bahwa Yesus itu bangkit. Penampakan merupakan tanda dari Tuhan yang mulia. Bagi para rasul kebangkitan merupakan sesuatu yang luar biasa. Namun benar-benar terjadi dan mereka alami dalam hidup mereka sendiri. Dengan demikian pengelaman para murid ini merupakan objek historis bagi kita. Tanpa penampakan iman akan kebangkitan pasti tidak akan tahan lama. Seluruh pengalaman para rasul harus disebut historis biarpun didalamnya tercampur unsur-unsur ilahi[7]. Maka dari itu soal tentang historisitas kebangkitan adalah soal tentang penafsiran iman gereja purba. Willi Marxen mengakui bahwa Paulus pasti percaya bahwa Kristus bangkit dan secara badaniah tetapi ini adalah interperetasi Paulus dan gereja purba mengenai makam kosong dan penampakan. Dan menurut Marsen interpretasi itu salah. Terhadap jalan pikiran ini diajukan keberatan oleh Gerhard Ebeling bahwa kesatuaan iman dalam pengalaman paska merupakan inti pewartaan para rasul. Interpretasi Paulus tentang kubur kosong dan penampakan merupakan suatu kebenaran iman paska[8].
            Pengalaman paska para murid tidak boleh di pecah-belah menjadi macam-macam bagian yang kemudian harus disusun kembali karena mereka menghayati seluruh sejarah dan pengalaman mereka mulai permandian sampai wafat-Nya. Justru karena itu kita tidak mungkin memisahkan fakta kebangkitan sendiri dari pengalaman mereka. Kebangkitan Kristus merupakan fakta sejarah sejauh terjalin hidup dalam pengalaman para murid. Dalam hal ini dasar iman merupakan objek sekaligus. Mereka percaya bahwa Yesus telah bangkit karena mereka bertemu dengan Yesus. Dengan demikian pengalaman paska merupakan pengalaman pribadi yang mempunyai banyak segi dan aspek. Pokok dari pengalaman itu adalah pertemuan dengan yang ilahi. Pengalaman paskah merupakan wahyu Allah yang menyatakan diri dalam Yesus mulia, bagaimanapun juga bentuk konkritnya sebagai tanda yang mempunyai arti bagi para murid dalam iman. Pengalaman para murid sekarang menjadi objek penyelidikan historis. Tetapi objek itu hanya dapat ditangkap secara historis kalau diterima sebagai realitas hidup manusia.
            Pengalaman paska dalam roh kudus itu menjadi titik tolak seluruh refleksi umat purba mengenai Yesus, hal ihwal, kedudukan dan peranan-Nya dalam tata penyelamatan Allah. refleksi itu ditangkap secara konseptual dan diungkapkan dalam bahasa mereka itu sendiri. Itulah yang disebut kristologi[9]. Pengalaman paska ini meyakinkan pengikut Yesus bahwa Allah membenarkan Yesus.
            Kebangkitan disimpulkan gereja purba dengan makam kosong. Maka dari itu kiranya boleh dikatakan bahwa  iman akan  kebangkitan mulai dari penampakan dan mungkin penampakan itu kepada Petrus. Penampakan tidak dapat diterangkan dengan arti kondisi psikologis para rasul. Mereka mengalami dan menghayati wafat Yesus kegagalan mutlak. Dan mungkin kegagalan itu membuat mereka rindu akan pengalaman dulu ketika mereka masih hidup bersama dengan Yesus. Maka penampakan merupakan pewahyuan kebangkitan. Dengan demikian yang dibutuhkan para rasul untuk meneruskan kerja Yesus yakni pewartaan kerajaan Allah kepada semua bangsa.

c. Makna kebangkitan bagi para rasul
            Bagi para rasul, kebangkitan adalah terutama pengesahan kewibawaan Yesus dari pihak Allah. Oleh sebab itu mereka tidak menarik kesimpulan bahwa Yesus bangkit berdasarkan penampakan-penampakan. Yang penting bahwa bukan Yesus hidup kembali tetapi bahwa Ia dihidupkan oleh Allah. Allah sendiri yang menghidupkan Yesus. Inti pewartaan kabar keselamatan para rasul ialah peristiwa yang mereka alami yakni kebangkitan Yesus dari antara orang mati. Tanpa kebangkitan maka siasialah pewartaan para rasul. Pewartaan kristen awal yang mewartakan wafat, penguburan, kebangkitan dan penampakan-penampakan Kristus muncul dari yahudi-kristen di Pelestina yakni para rasul dan pengikut-pengikut-Nya[10]. Kebangkitan Yesus bukan hanya cerita belaka namun para rasul benar-benar mengalami peristiwa kebangkitan sebagi suatu fakta yang tak dapat disangkal. Penampakan Yesus bagi meraka adalah suatu bukti kekuatan Allah dalam diri Yesus. Kisah kebangkitan dalam hubungannya dengan pengalaman para rasul dapat kita lihat dalam kisah tentang kebangkitan dalam keempat injil. Di sana dilukiskan tentang pengalaman yang mereka alami seperti: mereka melihat pemuda yang di sebelah kanan dengan pakaian putih dengan mengatakan bahwa Yesus telah bangkit, 
            Ketegasan malaikat bahwa Yesus bangkit adalah kerygma paska sendiri, yang mau dinyatakan. Misteri kebangkitan tidak dapat dirumuskan dengan kata-kata manusia sebab kerygma paska adalah sabda Allah sendiri. ini berarti bahwa di dalam penampakan itu tekanan tidak pada aspek badaniah bahkan tidak pertama-tama pada aspek insani. 
              
d. Makna kebangkitan Yesus bagi kita orang kristiani di zaman moderen ini.
            Dengan kebangkitan Kristus dunia orang mati di buka, dengan pembaptisan baru di dalam gereja dunia di perbaharui. Surga di buka oleh roh kudus sebab alam maut terbuka dan mengembalikan orang-orang mati. Dengan kebangkitan Kristus semua orang dipanggil untuk diselamatkan. Sebab kebangkitan Kristus kehidupan bagi orang mati, pengampunan bagi orang berdosa dan kemuliaan bagi orang kudus. Maka yang harus dilakukan semua orang beriman kristiani adalah bergembira pada saat kebangkitan Kristus. Kita dituntut untuk hidup bersama dalam kegembiraan sebab dalam kegembiraan akan kebangkitan Kristus kita mendapat suatu harapan baru yakni keselamatan.
            Kebangkitan Kristus menandakan bahwa kerajaan hidup telah tiba, kekuasaan maut telah dihancurkan. Bentuk kelahiran baru datang dan membawa kehidupan lain, cara hidup yang berbeda, perubahan memasuki kodrat kita. Kristus ingin menyatakan kepada kita betapa mutlak perlu kita berakar dalam cinta kepada-Nya dan berpaut pada-Nya. Kita dilahirkan kembali dari Dia dan di dalam Dia. Sebab kita dibangun di atas-Nya agar kita menghasilkan buah yang berlimpah. Buah itu adalah kehidupan baru berupa iman baru dan cinta akan Dia.
            Dengan latar belakang ini jelaslah kiranya bahwa pengalaman paska berarti percaya kepada Yesus yang telah bangkit dari antara orang mati. Yesus yang wafat di salib bukan suatu penghinaan bagi kita pengikutnya tetapi sebagai suatu kemuliaan. Salib bukan tanda kekalahan melainkan suatu kemenangan yang luar biasa.
            Sebagai manusia yang hidup dalam zaman moderen ini, khususnya sebagai orang kristiani, percaya akan Yesus yang bangkit harus menjadikan Kristus sebagai pedoman hidup. Singkatnya hubungan orang kristen dengan Kristus seperti hubungan jiwa dengan raga. Seperti jiwa itu rata meliputi setiap bagian tubuh, begitu juga orang kristen harus menghayati Kristus yang bangkit dalam seluruh aspek hidupnya. Pujian Tuhan harus merupakan bahan renungan orang kristen dalam hidup ini, sebab dalam kehidupan yang akan datang merupakan bahan kegembiraan kalau kita hidup bersatu dengan Dia yang telah dibangkitkan Allah dari kematian.   

III. Refleksi penulis tentang kebangkitan Yesus
            Setiap orang beriman kristiani tentu mengalami hubungan yang intim dengan Allah dalam diri Yesus putra-Nya, sebagaimana yang saya alami dalam kehidupan ini. Kebangkitan Kristus yang saya alami dalam hidup ini benar-benar merupakan suatu karya penyelenggaraan ilahi. Kristus yang saya alami dapat merubah dan memberikan titik-titik pencerahan dalam hidup saya di saat saya gundah-gulana. Kristus yang bangkit dalam refleksi iman saya merupakan suatu pedoman bagi saya untuk terus berjuang dalam menapaki panggilan hidup. Kebangkitan Kristus sangat bermakna bagi saya jika sayapun ikut bangkit dari segala keterpurukan hidup untuk menggapai suatu pencerahan hidup. Dengan demikian Kristus yang telah bangkit dari maut merupakan kemenangan atas kuasa jahat. Jika saya ikut bangkit dan berjuang untuk menghidupi nilai-nilai luhur dalam diri saya maka saat itulah saya telah ikut ambil bagian dalam peristiwa kemenagan Kristus.



Daftar pustaka

Bornkam, G.  Jesus of Nazareth.  London,  1960.

.Fitzmyer, Joseph A. Ktekismus kristologi. Yogyakarta: Kanisius, 1994

Groenen, C. Sejarah Dogma Kristologi. Yogyakarta: Kanisius, 1988
Jacobs, Tom.  Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1982.
Richardson, Alan.  History sacred and profane SCM:  1964.
Serpulus Tano simamora, Serpulus Tano. Yesus Sebuah Diskusi Kristologis. Medan: Bina Media, 2005






[1] Serpulus Tano simamora, Yesus Sebuah Diskusi Kristologis (Medan: Bina Media, 2005), hlm. 103-105.
[2] Tom Jacobs,  Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru  (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hlm. 248.
[3] Serpulus Tano Simamora, Yeus sebuah…, hlm. 100.

[4] G. Bornkam,  Jesus of Nazareth (London  1960), hlm 180-184.

[5] Serpulus Tano Simamora, Yeus sebuah…,hlm. 101.

[6] Joseph A. Fitzmyer, Ktekismus kristologi (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hlm. 131-133.
[7] Alan Richardson,  History sacred and profane (SCM:  1964),  hlm. 2008.
( History is matter of interpretation in the light of personal commitments, accepted values and understanding in a way in which natural science is not thus a personal interpretation of nature…..faith and historical interpretation are indissolubly joined together. That is a way there cen be a christian interpretation of history but not a christian chemistry)
[8] If we consider say the scene on the damascus road, it woud be meaningless to speak of succession event, Paul first seeing the risen one, then being convinced of his reality and only then deciding to bilieve. But rather, a single individidible event takes place: Paul falls down in faith before the overpowering reality of the crucified one
[9] C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 32.
[10] Joseph A. Fritzmyer, Katekismus…, hlm. 140.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar