Entri Populer

Selasa, 20 Maret 2012

Gabrial Marcel




GABRIEL MARCEL

I Pengantar
            Pada abad ke XIX merupakan suatu abad yang yang sangt berpengaruh dalam bidang filsafat maupun ilmu-ilmu lain. Pemikiran-pemikiran yang muncul pada abad ini merupakan suatu gebrakan baru terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu filsuf yang sangat berpengaruh pada abad ini ialah Gabriel Marcel yang hadir dengan pemikirannya yan cukup mambawa harapan baru. Ia sering dijuluki sebagai filsuf harapan. Dikatakan sebagai filsuf harapan karena ia menghadirkan suatu pemikiran baru yang ideal, dimana manusia dapat mengakaji dan menemukan makna baru bagi kehidupannya dalam relasi dengan Tuhan, diri, sesama, maupun dengan dunianya.
           
II Riwayat Hidup dan karyanya[1]
            Gabriel Marcel lahir di Paris pada tahun 1889. Ibunya seorang yahudi tetapi tidak mempraktekan agamanya. Ayahnya seorang katolik namun tidak memiliki keyakinan religius sehingga Gabriel dilahirkan dalam keluarga yang acuh tak acuh terhadap agama. Dari sang ayah Gabriel berminat terhadap kesenian dan kebudayaan serta keinginan untuk menjelajahi dan mau mengenal negara-negara lain. Ibunya meninggal ketika ia hampir berusia empat tahun. Kematian sang ibu mempunyai makna yang sangat esensial bagi dia. Ayahnya menikah lagi dengan dengan adik dari istrinya yang beragama protestan. Pernikahan sang ayah yang kedua ini tidak mendatangkan kebahagian bagi Gabriel.
            Hari semakin berganti, Gabriel tumbuh menjadi anak yang pandai. Ia mulai belajar di Lycee Crnot, disanalah ia mulai tertarik pada bidang filsafat. Pada usia 20 tahun ia menyelesaikan studinya di Universitas Sarbornne dengan memperoleh Agregation de philosophie. Di universitas ini pada saat itu terdapat dua aliran yang sangat bertentangan satu sama lain, yaitu positivisme dan idealisme. Ia sangat menolak aliran positivisme dan mulai bergabung dengan aliran idealisme. Aliran inilah yang membentuk pola pemikiran gabriel.
Ia mengajar di beberapa tempat yakni Vendome (1911-1912), Paris (1915-1918), sena (1919-1922), namun umumnya ia tidak lama mengajar di tempat-tempat tersebut. Ia pernah ditolak untuk bekerja pada palang merah karena alasan kesehatannya. Pada tahun 1919 ia menikah dengan Jacqueline Boegner, kemanakan dari seorang pendeta yang terkenal dengan gaya ekumenenya. Perkawinannya sangat bahagia. Keluarga muda ini tinggal di Paris dimana berdekatan dengan tempat Gabriel bekerja di tempat penerbitan, disamping pekerjaannya sebagai kritikus Sastra. Salah satu kebiasaan yang sering ia lakukan selama bertahun-tahun lamanya adalah mengadakan diskusi filosofis dengan sahabat-sahabat dan murid-muridnya. Akhirnya setelah lama ia mencari biang rohani, akhirnya ia masuk gereja katolik pada tahun 1929. Hal ini juga merupakan pengaruh Franciois Mauriac seorang pengarang novel ternama.
            Banyak karya yang dihasilkan oleh Gabriel Marcel. Semua karya tersebut sesuai dengan isi pemikirannya. Ia selalu menolak sistematika dalam filsafat. Kebanyakan buku-bukunya merupakan kumpulan ceramah-ceramah dan arikel-artikel yang ia hasilkan. Journal metphysique 1927, merupakan buku pertama yang ia hasilkan. Namun sangat disayangkan buku ini tidak pernah ia selesaikan. Buku kecil yang amat berisi ialah Position et approches concretes du mystere ontologique (perumusan dan pendekatan-pendekatan kongkrit terhadao misteri-misteri ontologis) 1933, juga buku-buku lain yang berkaitan dengan filsafat.
            Selain buku-buku filsafat Gabriel Marcel juga mengahsilkan buku-buku drama. Dalam hal ini tentu pengaruh sang ayah masih nampak dalam dirinya. Ia bahkan mengahasilkan buku-buku drama pada usianya delapan tahun. Dengan demikian ia mengahasilkan kakak dan adik khayalan sebagai penghilang rasa kesepiaannya sebagai anak tunggal. Semua drama tersebut selalu ia kaitkan dengan refleksi filosofisnya. Dalam sebuah drama entah yang dipentaskan atau tidak secara kongkrit dapat dipertunjukan situasi-situasi eksistensial yang sulit dillukiskan pada taraf teoritis dala suatu uraian filosofis. Karena itu kegiatannya sebagai sebagai pengarang drama melengkapi kegiatannya sebagai filsuf. Selai itu musik juaga memaikan peranan penting dalam hidup Gabriel Marcel, seperti nampak dalam perkataannya”dalam hidup saya J.-S. Bach mempunyai arti lebih besar daripada Pascal, Santo Agustinus atau pengarang siapapun”. Bagi dia musik merupakan bidang yang istimewa dimama manusia dapat mewujudkan kreativitasnya. G.Marcel sering diundang untuk memberikan ceramah-ceramah di luar negeri. Ia mendapat penghargaan di dalam dan di luar negeri. Ia juga diangkat sebagai anggota Institut de France, suatu akademi ilmu pengetahuan di Prancis 1949. Ia mendapat  hadiah sastra prancis, hadiah Goethe dari kota Hamburg 1956 dan hadiah perdamaian dari himpunan toko buku Jerman 1964, hadiah Erasmus dari negeri Belanda 1969. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada 3 oktober 1973 pada usia hampir 84 tahun.

III Pemikiran filosofis
A Metode Filosofis
Pemikiran Gabriel Marcel cukup dekat dengan pemikiran Kierkegaard, Jasper dan Buber. Namun terdapat perbedaan juga dalam pemikiran filosofisnya. Ia tidak langsung melibatkan agama dalam analisis eksistensialnya seperti Kierkegaard dan ia tidak pula menjauhkan agama dari refleksi-refleksi filosofisnya seperti Jasper.[2]  Cara pendekatannya ialah beranjak dari kehidupan dan memanjat ke kehidupan dengan usaha untuk menerangi kehidupan itu. Dengan menekankan pemikiran dengan pengalaman kongkrit ia mau menghindari baik empirisme maupun rasionalisme. Titik tolaknya ialah eksistensi. Yang dimaksudkan dengan eksistensi ialah situasi kongkrit dari seseorang sebagai subjek dalam dunia. Situasi kongkrit ini mencakup seluruh aspek  yang secara kebetulan yang menandai hidup seseorang. Yang khas bagi eksistensi ialah saya tidak eksplisit menyadari situasi saya tersebut.[3]  Manusia sebagai subjek tentu menyadari akan keberadaanya di dunia namun manusia tidak secara penuh mengetahui apakah makna eksistensinya dalam dunia. Manusia baru menyadari hal itu ketika manusia mulai mengadakan hubungan dengan sesamanya di dunia. Dengan perkataan lain dari eksistensi saya harus menuju ke Ada. Bagi Marcel berfilsafat adalah menyingkapkan rahasia-rahasia terdalam  apa saja yang termuat dalam situasi kita sebagai orang yang bereksistensi. Filsafat tidak dianggap sebagai suatu pembuktian intelektual melaikan  pilihan bermakna dan kesaksian mencipta. “Bermakna” bagi Marcel, terwujud apabila situasi-situasi fundamental saya melibatkan seluruh eksistensi saya sehingga memuaskan budi serta pikiran dan mencapai kemungkinan optimalnya. Semuanya itu tidak dapat dibuktikan secara ketat dan objektif karena di sini kita menghadapi Ada, suatu tahap yang paling dalam. Dalam tahap ini tidak muncul lagi masalah-masalah namun misteri-misteri dengan kedalaman yang tak terselami. Salah satu contoh misteri tersebut adalah hubungan aku dengan tubuhku., dengan kehidupanku, dengan orang lain, dengan Tuhan.
            Manusia tidak hidup sendirian, namun berkolerasi dengan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi manusia memiliki kebebasan yang bersifat otonom. Otonomi inilah yang menjadikan manusia mentransendir dirinya sendiri, dapat mengadakan pemiliihan, dapat mengatakan ya atau tidak terhadap segala sesuatu yang dihadapinya.[4] Dengan demikian dapat kita lihat bahwa pemikiran Marcel sangat menekankan hubungan manusia dengan diri dan sesama serta dunia sekitar. Manusia hanya dapat berkembang jika ia mau membuka diri untuk berdialog dengan kenyataan yang ada disekitarnya. Tanpa dialog dan refleksi manusia tidak akan sampai pada suatu pemikiran yang terarah pada sang Ada.
            Peralihan dari Eksistensi menuju yang Ada meliputi tiga fase. Fase pertama Admiration. Fase ini mencakup kekaguman dan kebenaran. Manusia mulai merasa heran tentang kenyataan, khususnya tentang diri kita sendiri. Maka untuk memilih sikap ini kita perlu membuka diri dan bersedia untuk mendengarkan. Jadi kekaguman menurutnya adalah kerendahan diri. Fase kedua, Reflexion. Fase ini merupakan hal yang sangat hakiki dalam filsafat. Ia juga membagi fase refleksi menjadi dua. Refleksi pertama memiliki ciri abstrak, analitis, objektif, universa dan dapat diverifikasi. Refleksi ini dilangsungkan dengan ilmu pengetahuan. Refleksi kedua, adalah yang paling hakiki bagi filsafat karena refleksi ini tidak mengobjektivisir tapi berlangsung dalam partisipasi. Hal ini merupakan pembicaraan tentang kehadiran. Ia tidak mementingkan pendekatan logis tapi mengusahakan pendekatan dialogis. Dengan demikian fase refleksi ini dapat membuka jalan bagi fase Exploration. Fase exploration ini manusia dapat mengakui bahwa dia mengambil bagian pada Ada. Disini manusia menerima secara bebas realitas dimana saya berada termasuk dengan diri saya sendiri.

B Beberapa tema khusus.
            a. Ada dan mempunyai
            dalam kehidupan setiap hari saya cenderung untuk menyamakan “Aku” dengan apa yang saya punya. Maka kita perlu melukiskan perbedaan antara “Ada” dan “Mempunyai”. Dengan ini Marcel mengusahakan suatu fenomenologi tentang “Mempunyai”. Ia membedakan “Mempunyai” dalam arti milik. Berarti kepunyaan kita memiliki batas waktu tertentu dan tidak bergantung pada si pemilik. Sedangkan di sini ada subjek yang mempunyai dan ada yang dipunyai. Dengan demikian “Mempunyai” selalu berartu juga sebagai suatu kemampuan untuk. Namun yang menjadi aneh adalah terkadang orang yang mempunyai terkadang dikuasai oleh milik seperti si kaya dan harta miliknya. Maka tapal batas antara “Ada” dan “Mempunyai” mulai kabur.
            b. Problem dan Misteri
            Problem merupakan masalah yang datang dari luar kepada saya. Problem mempunyai konotasi objektif. Artinya saya sendiri tidak terlibat. Problem dapat ditemukan dalam pada taraf pemikiran logis, tematis dan teknis. Sementara misteri tidak pernah dirasuki secara objektif kepada saya. Misteri ada dalam diri saya atau bahkan lebih tepat saya sendiri termasuk misteri itu. Suatu misteri melibatkan saya sendiri. Misteri tidak bisa dipecahkan. Pemikiran tidak bisa melenyapkan suatu misteri sebab misteri melampaui kemampuan pemikiran.
            c. Tubuh sebagai Tubuhku.
            Salah satu cara yang menarik untuk mengajukan masalah tentang “mempunyai” dan “Ada” ialah mengaitkan dengan tubuh. Saya mempunyai tubuhku ataukah saya adalah tubuhku. Jika saya mengatakan bahwa saya mempunyai tubuhku maka saya akan terbentur dengan pelbagai permasalahan. Tubuhku bagi saya bukan objek. Sebab antara saya dan tubuhku tidak ada struktur subjek dan objek. Dengan demikian aku dan tubuhku bukan dua hal yang berbeda. Serta tubuhku bukanlah alat sebab jika saya menganggap tubuhku sebagai objek maka saya akan terkait dengan rupa-rupa masalah dimana tidak ada jalan keluarnya. Dengan demikian tubuh adalah “alat yang absolut” tandas Marcel. Artinya bahwa alat yang memungkinkan alat-alat, tapi tidak merupakan alat bagi sesuatu yang lain.
           
d. Kehadiran
            Menurut Marcel “Ada” selalu berarti ada bersama. Kata kunci untuk melukiskan hubungan antara manusia dengan sesama ialah Kehadiran. Hadir dalam konteks ini tidak berarti berada di te tampat yang sama. Kehadiran ini direalisasikan dalam cinta. Dengan demikian Aku-Engkau mencapai taraf Kita. Dalam pengalaman cinta terkadang juga “Aku” mengikat diri dan tetap setia. Kesetian ini oleh Marcel disebut kesetian kreatif.
            Dalam rangka tema “ Kehadiran” ia berbicara tentang kematian dan kebakaan. Masalah ini ditempatkan dalam konteks “kematian orang yang saya cintai” mencintai oleh Marcel dengan sendirinya berarti mengatakan “Engkau tidak akan Mati” walaupun ia telah mati, namun kehadiranya berlangsung terus menerus. Sebanarnya saya tidak kehilangan orang yang saya cintai saya hanya kehilangan sesuatu yang saya punya.
            e. Engkau Absolud
            Marcel dengan tegas menolak setiap percobaan untuk membuktikan adanya Allah. Bagi Marcel refleksi filosofis tentang kehadiran orang lain menghantar kita kepada kehadiran yang lain secara istimewa yaitu Allah. Membuktikan selalu berlangsung dalam suasan objektivitas jadi dalam suasana “problem” adanya Allah termasuk suasana misteri. Jika saya setia pada hakekat saya sebagai manusia maka saya harus akui bahwa diliputi suatu kehadiran yang melampaui jangkauan saya. Bukan pembuktian menjadi dasar untuk menerima Allah, tetapi himbauan dari Engkau-Absolud yang diikuti kepercayaan dan harapan adalah kesaksian kreatif tentang “Engkau Absolud” yang memegang saya walaupun segala penderitaan dan kejahatan yang saya hadapi.
           
  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     

             
           
           


[1] K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX Jilid II Prancis (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. 290.
[2] K.Bertens, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia (Yokyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 156.

[3] K. Bertens, Filsafat Barat…, hlm. 296.

[4] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yokyakarta: Kanisius, 1980), hlm. 175.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar