GABRIEL MARCEL
I Pengantar
Pada
abad ke XIX merupakan suatu abad yang yang sangt berpengaruh dalam bidang
filsafat maupun ilmu-ilmu lain. Pemikiran-pemikiran yang muncul pada abad ini
merupakan suatu gebrakan baru terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Salah satu filsuf yang sangat berpengaruh pada abad ini ialah
Gabriel Marcel yang hadir dengan pemikirannya yan cukup mambawa harapan baru.
Ia sering dijuluki sebagai filsuf harapan. Dikatakan sebagai filsuf harapan
karena ia menghadirkan suatu pemikiran baru yang ideal, dimana manusia dapat
mengakaji dan menemukan makna baru bagi kehidupannya dalam relasi dengan Tuhan,
diri, sesama, maupun dengan dunianya.
II Riwayat Hidup dan karyanya[1]
Gabriel Marcel lahir di Paris pada tahun 1889.
Ibunya seorang yahudi tetapi tidak mempraktekan agamanya. Ayahnya seorang katolik
namun tidak memiliki keyakinan religius sehingga Gabriel dilahirkan dalam
keluarga yang acuh tak acuh terhadap agama. Dari sang ayah Gabriel berminat
terhadap kesenian dan kebudayaan serta keinginan untuk menjelajahi dan mau
mengenal negara-negara lain. Ibunya meninggal ketika ia hampir berusia empat
tahun. Kematian sang ibu mempunyai makna yang sangat esensial bagi dia. Ayahnya
menikah lagi dengan dengan adik dari istrinya yang beragama protestan.
Pernikahan sang ayah yang kedua ini tidak mendatangkan kebahagian bagi Gabriel.
Hari semakin berganti, Gabriel tumbuh
menjadi anak yang pandai. Ia mulai belajar di Lycee Crnot, disanalah ia mulai tertarik pada bidang filsafat. Pada
usia 20 tahun ia menyelesaikan studinya di Universitas Sarbornne dengan
memperoleh Agregation de philosophie.
Di universitas ini pada saat itu terdapat dua aliran yang sangat bertentangan
satu sama lain, yaitu positivisme dan idealisme. Ia sangat menolak aliran
positivisme dan mulai bergabung dengan aliran idealisme. Aliran inilah yang
membentuk pola pemikiran gabriel.
Ia mengajar di beberapa tempat yakni Vendome (1911-1912), Paris (1915-1918), sena
(1919-1922), namun umumnya ia tidak lama mengajar di tempat-tempat tersebut. Ia
pernah ditolak untuk bekerja pada palang merah karena alasan kesehatannya. Pada
tahun 1919 ia menikah dengan Jacqueline Boegner, kemanakan dari seorang pendeta
yang terkenal dengan gaya
ekumenenya. Perkawinannya sangat bahagia. Keluarga muda ini tinggal di Paris
dimana berdekatan dengan tempat Gabriel bekerja di tempat penerbitan, disamping
pekerjaannya sebagai kritikus Sastra. Salah satu kebiasaan yang sering ia
lakukan selama bertahun-tahun lamanya adalah mengadakan diskusi filosofis
dengan sahabat-sahabat dan murid-muridnya. Akhirnya setelah lama ia mencari
biang rohani, akhirnya ia masuk gereja katolik pada tahun 1929. Hal ini juga
merupakan pengaruh Franciois Mauriac seorang pengarang novel ternama.
Banyak karya yang dihasilkan oleh
Gabriel Marcel. Semua karya tersebut sesuai dengan isi pemikirannya. Ia selalu
menolak sistematika dalam filsafat. Kebanyakan buku-bukunya merupakan kumpulan
ceramah-ceramah dan arikel-artikel yang ia hasilkan. Journal metphysique 1927, merupakan buku pertama yang ia hasilkan.
Namun sangat disayangkan buku ini tidak pernah ia selesaikan. Buku kecil yang
amat berisi ialah Position et approches
concretes du mystere ontologique (perumusan dan pendekatan-pendekatan
kongkrit terhadao misteri-misteri ontologis) 1933, juga buku-buku lain yang
berkaitan dengan filsafat.
Selain buku-buku filsafat Gabriel
Marcel juga mengahsilkan buku-buku drama. Dalam hal ini tentu pengaruh sang
ayah masih nampak dalam dirinya. Ia bahkan mengahasilkan buku-buku drama pada
usianya delapan tahun. Dengan demikian ia mengahasilkan kakak dan adik khayalan
sebagai penghilang rasa kesepiaannya sebagai anak tunggal. Semua drama tersebut
selalu ia kaitkan dengan refleksi filosofisnya. Dalam sebuah drama entah yang
dipentaskan atau tidak secara kongkrit dapat dipertunjukan situasi-situasi
eksistensial yang sulit dillukiskan pada taraf teoritis dala suatu uraian
filosofis. Karena itu kegiatannya sebagai sebagai pengarang drama melengkapi
kegiatannya sebagai filsuf. Selai itu musik juaga memaikan peranan penting
dalam hidup Gabriel Marcel, seperti nampak dalam perkataannya”dalam hidup saya
J.-S. Bach mempunyai arti lebih besar daripada Pascal, Santo Agustinus atau
pengarang siapapun”. Bagi dia musik merupakan bidang yang istimewa dimama
manusia dapat mewujudkan kreativitasnya. G.Marcel sering diundang untuk
memberikan ceramah-ceramah di luar negeri. Ia mendapat penghargaan di dalam dan
di luar negeri. Ia juga diangkat sebagai anggota Institut de France, suatu akademi ilmu pengetahuan di Prancis 1949.
Ia mendapat hadiah sastra prancis,
hadiah Goethe dari kota Hamburg 1956 dan hadiah perdamaian dari
himpunan toko buku Jerman 1964, hadiah Erasmus dari negeri Belanda 1969. Akhirnya
beliau menghembuskan nafas terakhir pada 3 oktober 1973 pada usia hampir 84
tahun.
III Pemikiran filosofis
A Metode Filosofis
Pemikiran
Gabriel Marcel cukup dekat dengan pemikiran Kierkegaard, Jasper dan Buber.
Namun terdapat perbedaan juga dalam pemikiran filosofisnya. Ia tidak langsung
melibatkan agama dalam analisis eksistensialnya seperti Kierkegaard dan ia
tidak pula menjauhkan agama dari refleksi-refleksi filosofisnya seperti Jasper.[2] Cara pendekatannya ialah beranjak dari
kehidupan dan memanjat ke kehidupan dengan usaha untuk menerangi kehidupan itu.
Dengan menekankan pemikiran dengan pengalaman kongkrit ia mau menghindari baik
empirisme maupun rasionalisme. Titik tolaknya ialah eksistensi. Yang dimaksudkan
dengan eksistensi ialah situasi kongkrit dari seseorang sebagai subjek dalam
dunia. Situasi kongkrit ini mencakup seluruh aspek yang secara kebetulan yang menandai hidup
seseorang. Yang khas bagi eksistensi ialah saya tidak eksplisit menyadari situasi
saya tersebut.[3] Manusia sebagai subjek tentu menyadari akan
keberadaanya di dunia namun manusia tidak secara penuh mengetahui apakah makna
eksistensinya dalam dunia. Manusia baru menyadari hal itu ketika manusia mulai
mengadakan hubungan dengan sesamanya di dunia. Dengan perkataan lain dari
eksistensi saya harus menuju ke Ada.
Bagi Marcel berfilsafat adalah menyingkapkan rahasia-rahasia terdalam apa saja yang termuat dalam situasi kita
sebagai orang yang bereksistensi. Filsafat tidak dianggap sebagai suatu
pembuktian intelektual melaikan pilihan
bermakna dan kesaksian mencipta. “Bermakna” bagi Marcel, terwujud apabila
situasi-situasi fundamental saya melibatkan seluruh eksistensi saya sehingga
memuaskan budi serta pikiran dan mencapai kemungkinan optimalnya. Semuanya itu
tidak dapat dibuktikan secara ketat dan objektif karena di sini kita menghadapi
Ada, suatu
tahap yang paling dalam. Dalam tahap ini tidak muncul lagi masalah-masalah
namun misteri-misteri dengan kedalaman yang tak terselami. Salah satu contoh
misteri tersebut adalah hubungan aku dengan tubuhku., dengan kehidupanku,
dengan orang lain, dengan Tuhan.
Manusia tidak hidup sendirian, namun
berkolerasi dengan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi manusia
memiliki kebebasan yang bersifat otonom. Otonomi inilah yang menjadikan manusia
mentransendir dirinya sendiri, dapat mengadakan pemiliihan, dapat mengatakan ya
atau tidak terhadap segala sesuatu yang dihadapinya.[4]
Dengan demikian dapat kita lihat bahwa pemikiran Marcel sangat menekankan
hubungan manusia dengan diri dan sesama serta dunia sekitar. Manusia hanya
dapat berkembang jika ia mau membuka diri untuk berdialog dengan kenyataan yang
ada disekitarnya. Tanpa dialog dan refleksi manusia tidak akan sampai pada
suatu pemikiran yang terarah pada sang Ada.
Peralihan dari Eksistensi menuju
yang Ada
meliputi tiga fase. Fase pertama
Admiration. Fase ini mencakup kekaguman dan kebenaran. Manusia mulai merasa
heran tentang kenyataan, khususnya tentang diri kita sendiri. Maka untuk
memilih sikap ini kita perlu membuka diri dan bersedia untuk mendengarkan. Jadi
kekaguman menurutnya adalah kerendahan diri. Fase kedua, Reflexion. Fase ini merupakan hal yang sangat hakiki dalam
filsafat. Ia juga membagi fase refleksi menjadi dua. Refleksi pertama memiliki
ciri abstrak, analitis, objektif, universa dan dapat diverifikasi. Refleksi ini
dilangsungkan dengan ilmu pengetahuan. Refleksi kedua, adalah yang paling
hakiki bagi filsafat karena refleksi ini tidak mengobjektivisir tapi
berlangsung dalam partisipasi. Hal ini merupakan pembicaraan tentang kehadiran.
Ia tidak mementingkan pendekatan logis tapi mengusahakan pendekatan dialogis.
Dengan demikian fase refleksi ini dapat membuka jalan bagi fase Exploration. Fase exploration ini
manusia dapat mengakui bahwa dia mengambil bagian pada Ada. Disini manusia menerima secara bebas
realitas dimana saya berada termasuk dengan diri saya sendiri.
B Beberapa tema khusus.
a.
Ada dan
mempunyai
dalam
kehidupan setiap hari saya cenderung untuk menyamakan “Aku” dengan apa yang
saya punya. Maka kita perlu melukiskan perbedaan antara “Ada” dan “Mempunyai”. Dengan ini Marcel
mengusahakan suatu fenomenologi tentang “Mempunyai”. Ia membedakan “Mempunyai”
dalam arti milik. Berarti kepunyaan kita memiliki batas waktu tertentu dan
tidak bergantung pada si pemilik. Sedangkan di sini ada subjek yang mempunyai
dan ada yang dipunyai. Dengan demikian “Mempunyai” selalu berartu juga sebagai
suatu kemampuan untuk. Namun yang menjadi aneh adalah terkadang orang yang
mempunyai terkadang dikuasai oleh milik seperti si kaya dan harta miliknya.
Maka tapal batas antara “Ada”
dan “Mempunyai” mulai kabur.
b.
Problem dan Misteri
Problem merupakan masalah yang
datang dari luar kepada saya. Problem mempunyai konotasi objektif. Artinya saya
sendiri tidak terlibat. Problem dapat ditemukan dalam pada taraf pemikiran
logis, tematis dan teknis. Sementara misteri tidak pernah dirasuki secara
objektif kepada saya. Misteri ada dalam diri saya atau bahkan lebih tepat saya
sendiri termasuk misteri itu. Suatu misteri melibatkan saya sendiri. Misteri
tidak bisa dipecahkan. Pemikiran tidak bisa melenyapkan suatu misteri sebab
misteri melampaui kemampuan pemikiran.
c.
Tubuh sebagai Tubuhku.
Salah
satu cara yang menarik untuk mengajukan masalah tentang “mempunyai” dan “Ada” ialah mengaitkan
dengan tubuh. Saya mempunyai tubuhku ataukah saya adalah tubuhku. Jika saya
mengatakan bahwa saya mempunyai tubuhku maka saya akan terbentur dengan
pelbagai permasalahan. Tubuhku bagi saya bukan objek. Sebab antara saya dan
tubuhku tidak ada struktur subjek dan objek. Dengan demikian aku dan tubuhku
bukan dua hal yang berbeda. Serta tubuhku bukanlah alat sebab jika saya
menganggap tubuhku sebagai objek maka saya akan terkait dengan rupa-rupa
masalah dimana tidak ada jalan keluarnya. Dengan demikian tubuh adalah “alat
yang absolut” tandas Marcel. Artinya bahwa alat yang memungkinkan alat-alat,
tapi tidak merupakan alat bagi sesuatu yang lain.
d. Kehadiran
Menurut
Marcel “Ada”
selalu berarti ada bersama. Kata kunci untuk melukiskan hubungan antara manusia
dengan sesama ialah Kehadiran. Hadir dalam konteks ini tidak berarti berada di
te tampat yang sama. Kehadiran ini direalisasikan dalam cinta. Dengan demikian
Aku-Engkau mencapai taraf Kita. Dalam pengalaman cinta terkadang juga “Aku”
mengikat diri dan tetap setia. Kesetian ini oleh Marcel disebut kesetian
kreatif.
Dalam rangka tema “ Kehadiran” ia
berbicara tentang kematian dan kebakaan. Masalah ini ditempatkan dalam konteks
“kematian orang yang saya cintai” mencintai oleh Marcel dengan sendirinya
berarti mengatakan “Engkau tidak akan Mati” walaupun ia telah mati, namun
kehadiranya berlangsung terus menerus. Sebanarnya saya tidak kehilangan orang
yang saya cintai saya hanya kehilangan sesuatu yang saya punya.
e.
Engkau Absolud
Marcel
dengan tegas menolak setiap percobaan untuk membuktikan adanya Allah. Bagi
Marcel refleksi filosofis tentang kehadiran orang lain menghantar kita kepada
kehadiran yang lain secara istimewa yaitu Allah. Membuktikan selalu berlangsung
dalam suasan objektivitas jadi dalam suasana “problem” adanya Allah termasuk
suasana misteri. Jika saya setia pada hakekat saya sebagai manusia maka saya
harus akui bahwa diliputi suatu kehadiran yang melampaui jangkauan saya. Bukan
pembuktian menjadi dasar untuk menerima Allah, tetapi himbauan dari
Engkau-Absolud yang diikuti kepercayaan dan harapan adalah kesaksian kreatif
tentang “Engkau Absolud” yang memegang saya walaupun segala penderitaan dan
kejahatan yang saya hadapi.
[1] K.
Bertens, Filsafat Barat Abad XX Jilid II
Prancis (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. 290.
[2]
K.Bertens, Filsuf-filsuf Besar tentang
Manusia (Yokyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 156.
[3] K.
Bertens, Filsafat Barat…, hlm. 296.
[4]
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 2 (Yokyakarta: Kanisius, 1980), hlm. 175.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar