MNANEH:
Suatu Bentuk Kenabian dalam Budaya Dawan
I. Pengantar
Setiap daerah mempunyai kekayaan
budaya masing-masing. Orang Dawan
juga mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan suku-suku yang ada di Indonesia
seperti suku Batak, Jawa, Minang dan lain-lainnya. Letak perbedaannya dapat
kita temukan dalam bahasa, pembawaan diri dan kebiasaan-kebiasaan dalam hidup
bermasyarakat. Perbedaan budaya di Indonesia mau menunjukan bahwa masyarakat
Indonesia hidup dalam suatu pluralisme budaya.
Dalam tulisan ini, penulis akan
menguraikan secara sederhana tentang gejala kenabian dalam budaya Dawan. Akan
tetapi sebelum menguraikan siapa itu nabi dalam budaya Dawan, apa peranannya dan bagaimana bentuk pewartaan seorang nabi
menurut budaya Dawan, terlebih dahulu
penulis akan menguraikan sekilas pandang tantang masyarakat Dawan. Karena penulis melihat bahwa
untuk mengenal suatu budaya tentu kita perlu mengetahui daerah dimana
kebudayaan itu tumbuh. Dengan demikian dalam poin kedua, penulis akan
menguraikan letak geografis. Selanjutnya dalam poin ketiga penulis akan
menjelaskan secara sederhana tentang gejala kenabian dalam masyarakat Dawan dan pada akhir penulisan tugas
ini, penulis akan menguraikan refleksi kritis atas gejala kenabian dalam budaya
Dawan.
II.
Pola Hidup Masyarakat Dawan
Pulau Timor bagian
barat merupakan salah satu bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dihuni oleh beberapa etnik, antara lain: Bunak, Tetun, Helong,
Kemak dan Dawan, Sabu dan Rote. Suku Dawan merupakan kelompok suku terbesar
yang mendiami daratan Timor Barat itu. Suku
Dawan juga mendiami daerah yang ada di wilayah Kabupaten Kupang. Selain
itu, orang Dawan juga mendiami seluruh wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan
(TTS), Timor Tengah Utara (TTU) dan Oekusi (wilayah Timor Leste). Umumnya
masyarakat yang di daerah pulau Timor hidup dalam komunitas-komunitas yang
hampir eksklusif sifatnya, dengan masing-masing komunitas memiliki latar
belakang budaya yang berbeda-beda.
Pada umumnya
mata pencaharian orang Dawan adalah
bercocok tanam dan beternak. Komposisi tanah, iklim,
dan sumber air sangat berpengaruh terhadap lingkungan alam dan lingkungan
sosial masyarakat Dawan. Keadaan
tanahnya berupa tanah liat berpori yang mengandung kapur. Akibat tanah yang
seperti ini tidak mendukung tumbuhnya vegetasi penutup. Pada musim hujan,
keadaan tanah banyak mengandung air, dan akan mengembang bila telah penuh air
hujan. Pada saat musim kemarau, tanah menjadi kering dan sangat keras sehingga
berpengaruh terhadap adanya sumber air, yang banyak ditemukan di daerah dataran
tinggi. Masalah sumber air ini menimbulkan bentuk pemukiman dan usaha pertanian
yang berpusat di daerah pegunungan dan pengembangan usaha tani lahan (ladang)
kering yang didominasi jagung dan palawija.
Tempat yang didominasi oleh lapisan
tanah liat pada umumnya kurang sesuai bila digarap sebagai lahan pertanian.
Karena itu, penduduk memanfaatkan tanah yang terdiri dari campuran batu kapur
dan tanah liat, di sekitar dataran tinggi untuk usaha taninya. Secara historis,
penduduk mempraktikkan sistem usaha tani perladangan berpindah dengan teknologi
tebas dan bakar. Dengan demikian, pemukiman pun sebagian terpusat di lereng-lereng
pegunungan, yakni di daerah pedalaman Timor yang kondisi tanahnya amat kering.
Itulah sebabnya orang Dawan menamakan
dirinya Atoni Pah Meto yang artinya
”orang daerah kering” atau “orang tanah kering”.
III. Bentuk Kenabian dalam Budaya Dawan
Masyarakat Dawan, mempunyai suatu pemahaman bahwa
dalam kehidupan ini, sebagai manusia, kita tentu tidak mengetahui segala
sesuatu yang terjadi dalam kehidupan. Semua fenomena yang terjadi dalam diri
manusia merupakan suatu kehendak dari Uis
Neno[1].
Untuk mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan dengan fenomena-fenomena itu,
masyarakat Dawan memahami bahwa ada
orang-orang tertentu yang bisa mengetahui hal-hal yang terjadi di luar diri
manusia. Orang-orang tersebut sering disebut sebagai Mnaneh.
3.1 Mnaneh
Masyarakat Dawan meyakini bahwa para Mnaneh mampu menyembuhkan dan meramalkan
hal-hal yang bersifat positif yang akan terjadi pada diri seseorang. Para Mnaneh diyakini mempunyai karunia
menyembuhkan atau membantu orang lain agar orang lain bisa hidup lebih
manusiawi. Mereka memperoleh kekuatan itu bukan berasal dari suatu kontemplasi
melainkan suatu rahmat yang mereka peroleh secara cuma-cuma dari Uis Neno maka tidak mengherankan kalau
dalam pewartaan atau mengadakan penyembuhan bagi orang lain, mereka tidak
menuntut imbalan. Mereka melayani atas dasar karunia cuma-cuma itu dari Uis Neno.
Cara kerja para Mnaneh pada umumnya tidak bertentangan dengan perilaku moral.
Mereka menyembuhkan orang sakit dengan ritus-ritus tertentu seperti mengoleskan
minyak si sakit. Kenyataan yang terjadi mereka yang sakit dapat sembuh. Para Mnaneh tidak menggunakan kekuatan yang
ada dalam diri mereka untuk merusak atau merugikan orang lain. pada dasarnya
para Mnaneh mempunyai kekuatan dari Uis Neno yan terpatri dalam diri mereka
untuk membantu dan mengarahkan orang lain untuk hidup lebih baik. Mereka selalu
menyerukan kebaikan, kebenaran dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Mereka
tidak menghiraukan siapapun jika dalam kehidupan bersama ada orang yang berlaku
tidak sesuai dengan adat istiadat yang diyakini mampu mengarahkan orang pada
jalan yang benar. Dengan demikian masyarakat Dawan memandang para Mnaneh
sebagai orang-orang yang di pilih oleh Allah untuk membantu orang lain.
Para Mnaneh dalam kehidupan bersama diyakini sebagai pelindung
kesejahteraan adat-istiadat. Mereka dihormati dalam masyarakat. Kewibawaan
dalam diri mereka serta kebaikan dalam diri mereka menjadi panutan bagi moral
sosial. Masyarakat Dawan mengerti
para Mnaneh sebagai mediator yang dipilih oleh Uis Neno untuk mewarkatan kebaikan di dunia ini. pemahaman ini yang
membuat masyarakat Dawan pada umumnya
meminta doa dari mereka demi keberhasilan dalam segala usaha khususnya dalam
hasil panen dan kesuksesan anak-anak mereka. Apabila doa yang diminta dikabulkan
maka sebagaian dari hasil panen dipersembahkan kepada para Mnaneh namun dalam kenyataan yang ada para Mnaneh tidak meminta. Persembahan yang diberikan kepada para Mnaneh dinikmati bersama oleh semua
masyarakat yang berada di sekitar. Artinya bahwa persembahan dari kesuksesan di
olah dan dinikmati bersama.
3.2 A’Laut
Masyarakat Dawan juga mengenal orang-orang yang
memiliki kekuatan gaib. Orang-orang itu disebut sebagai A’laut. A’laut adalah
mereka yang dianggap lawan dari para Mnaneh.
A’laut biasanya menggunakan kekuatan-kekuatan magik
untuk merusak dan menghancurkan rencana dan karya orang lain karena rasa
sentimen. A’laut memperoleh kekuatan
untuk meramal berdasarkan pertapaan dan ritus-ritus penyembahan terhadap
roh-roh tertentu. Masyrakat Dawan
mengenal para A’laut sebagai
penghambat kehidupan orang lain. alasan masyarakat Dawan menganggap mereka
sebagai orang jahat karena para A’laut menggunakan
kekuatan yang ada dalam diri mereka untuk meramalkan hal-hal baik dalam diri
seseorang namun memiliki maksud jahat yakni menguras harta dan kekayaan orang
lain.
Dalam kehidupan sosial, para A’laut bertindak sesuka hati mereka.
Tindakan mereka tidak dilawan atau dicela oleh masyarakat karena merasa takut
terhadap mereka. Para A’laut dengan kekuatan magik dalam diri
mereka bertindak sewenang-wenang terhadap orang lain karena mereka meyakini
bahwa mereka adalah penguasa dalam masyarakat berdasarkan kekuatan yang ada
dalam diri mereka. Orang-orang yang berusaha mencegah perbuatan jahat yang
dilakukan oleh para A’laut, akan
memperoleh penyakit atau ketidakberhasilan dalam seluruh pekerjaan.
3.3 Atoin Ahinat
Atoin Ahinat adalah orang-orang yang
diyakini dalam masyarakat Dawan sebagai
orang-orang yang bisa berbuat jahat dan berbuat baik terhadap oranglain. Mereka
berbuat baik dalam membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan mereka.
Mereka berbuat jahat karena motifasi dalam membantu orang lain itu jahat. Letak
kejahatan mereka terdapat pada tingginya biaya yang harus dibayar oleh orang
yang meminta pertolongan dari mereka. Mereka juga mempunyai kekuatan magic yang
bisa mencelakakan orang lain seperti para A’laut.
Mereka juga mempunyai kekuatan yang bisa menyembuhkan orang sakit seperti para
Mnaneh. Namun kekuatan yang mereka gunakan untuk menyembuhkan orang lain bukan
bersal dari Uis Neno tapi berdasarkan
kekuatan roh-roh tertentu. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa Mnaneh
berbeda dengan Atoin Ahinat. Para Mnaneh pada dasarnya hanya berbuat baik
terhadap orang lain sedangkan Atoin
Ahinat bisa berbuat baik dan juga bisa berbuat jahat.
3.4 Rangkuman
Dalam kehidupan masyarakat
Dawan, ada orang-orang yang mempunyai
kekuatan yang berasal dari Uis Neno (Mnaneh) dan ada orang yang mempunyai
kekuatan dari roh-roh tertentu (A’laut
dan Atoin Ahinat). Mereka yang mendapat kekuatan dari Uis Neno menjadi pengantara masyarakat Dawan dengan Uis Neno
dalam kehidupan masyarakat. Para Mnaneh
pada hakekatnya sebagai penyembuh atau pengantara Allah dengan manusia. Para Mnaneh menyampaikan permohonan dari
orang-orang yang meminta bantuan kepada Uis
Neno dengan perantaraan mereka. Berbeda dengan A’laut. Mereka hanya merusak dan menghambat orang lain dengan
kekuatan gaib yang ada dalam diri mereka. Mereka juga bertindak sewenang-wenang
dalam kehidupan sosial. Berbeda lagi dengan Atoin
Ahinat, mereka membantu orang lain dengan maksud jahat yakni mengambil
keuntungan dari kemampuan ekonomi orang-orang yang meminta pertolongan.
IV. Kenabian Biblis dan Kenabian
Dalam Masyarakat Dawan
Dalam kitab suci dapat
kita temukan para nabi yang berbicara kepada bangsa Israel sebagai penyambung
lidah Allah. Para nabi bebicara berdasarkan realitas sosial yang terjadi pada
saat itu. Artinya para nabi merupakan produk pada zaman mereka. Kriteria dalam
kitab suci tentang seorang nabi apabila warta para nabi sesuai dengan konteks
zaman dan warta itu terealisasi. Nabi biblis berbicara atas nama Allah bukan
berdasarkan atas diri mereka sendiri. Misi pewartaan para nabi yakni agar
bangsa israel dalam kehidupan tidak melenceng dari kehendak Yahwe. Nabi biblis
adalah orang-orang rohani. Mereka pertama-tama bukan politisi, pembaharu soail,
pemikir atau filsuf melainkan kontak dan relasi pribadi dengan Ilahi itulah
yang pertama-tama dan utama serta yang mendorong pewartaan dalam tindakan meraka.
Karena itu pengalaman rohani menjadi hakekat dari hidup seorang nabi.
Pada umumnya, kenabian dalam
masyarakat Dawan tidak selamanya
pewartaan mereka terealisasi. Sedangkan dalam kenabian biblis apa yang
diwartakan para nabi tentang masa depan terealisasi karena para Mnaneh hanya memberikan jalan dan
petunjuk bagi orang lain. disini kesuksesan dan keberhasilan bukan berasal dari
para Mnaneh melainkan dari orang yang
melakukan perintah itu. Sedangkan pewartaan nabi biblis berbeda dengan kenabian
di dalam masyarakat Dawan. Letak
perbedaannya pada rumusan pewartaan. Rumusan dalam pewartaan nabi biblis
“beginilah firman Tuhan...” sedangkan rumusan para Mnaneh “ Au feko lalan he ho
nekme nat coe” (saya memberimu jalan agar pikiranmu terbuka untuk berbuat
bai dan benar) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa mnaneh dan
kenabian biblis memilki persamaan tetapi berbeda. Para Mnaneh tidak berbicara sebagai penyambung lidah Uis Neno tetapi sebagai orang yang
memiliki kebijaksanaan untuk mengarahkan orang lain pada jalan yan benar.
V Penutup
Seorang nabi adalah
pewarta atau penyambung lidah Allah. Mereka pada dasarnya mewartakan kebebaran.
Mereka sebagai hamba yang mewartakan apa yang dikehendaki oleh tuannya bukan
mewartakan dirinya. Mnaneh sebagai
pewarta dalam budaya Dawan juga
berbicara atau mewartakan sesuai dengan kehendak Uis Neno. Dengan demikian ada kemiripan antara nabi biblis dan nabi
dalam budaya Dawan namun memiliki
cakupan yang berbeda. Nabi biblis berbicara sesuai dengan konteks zamannya
begitu juga dengan nabi dalam masyarakat Dawan.
[1] Uis Neno sebagai
dewa tertinggi yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan yang berkuasa atas
lagit dan bumi tidak boleh disebut secara langsung. Kepada dewa tertinggi dan
maha kuasa ini diberikan nama yang tidak lain adalah sebuah atribut Uis Neno,
Tuhan hari (langit). Yang memberikan nama Uis Neno kepada “Tuhan-nya
orang Kristen” adalah para misionaris pada waktu zaman penjajahan Portugis.
Namun, di sini Uis Neno dimengerti sebagai “raja langit”. Orang Dawan sendiri tidak pernah menyebut Uis
Neno sebagai wujud tertinggi secara langsung. Dalam upacara ritus
keagamaan, nama atau sebutan Uis Neno selalu dikombinasikan dengan nama
atau sebutan lain yakni uis afu atau uis naijan( raja bumi atau
daratan). Kombinasi ini mau mengungkapkan cara pikir orang Dawan sebagai
dualitas paralel komplementaris. Kendati demikian, sebutan-sebutan ini tidak
boleh dipisahkan, melainkan selalu didahului oleh kata Uis Neno. Maka
sebutan yang lazim dipakai adalah Uis Neno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar